Selamat Datang di Murabahah Center Pusat Bisnis yang Amanah dan Beretika.Kami Siap Melayani Kebutuhan Anda

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 31 Desember 2013

Mengenal Karakter Murabahah



Salah satu skim fiqih yang paling populer digunakan oleh perbankan syariah adalah skim jual beli murabahah. Secara sederhana, murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati. Misalnya,seseorang membeli barang kemudian menjualnya kembali denga keuntungan tertentu. Berapa besar keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam nominal rupiah atau dalam bentuk persentase dari harga pembeliannya, misalnya 10% atau 20% . ( Ibnu Abidin, Rad al-Mukhtar ‘alal Ardh al-Mukhtar, VI, hlm.19-50; al-Kurtubi,Bidayatul Mujtahid wan Nihayatul-Muqtashid,II,hlm.211)

Karakteristik Murabahah adalah si penjual harus memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut. (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wan Nihayatul-Muqtashid II,hlm.293).


Dalam praktiknya, murabahah dapat dilakukan langsung oleh si penjual dan si pembeli tanpa melalui pesanan. Akan tetapi, murabahah dapat pula dilakukan dengan cara melakukan pemesanan terlebih dahulu. Misalnya, seseorang ingin membeli barang tertentu dengan spesifikasi tertentu, sedangkan barang tersebut belum ada pada saat pemesanan, maka si penjual akan mencari dan membeli barang yang sesuai dengan spesifikasinya, kemudian menjualnya kepada si pemesan. Dalam murabahah melalui pesanan ini, penjual boleh meminta pembayaran hamish ghadiyah, uang tanda jadi ketika ijab kabul.

sumber : Buku Ekonomi Islam / Adiwarman Karim

Senin, 30 Desember 2013

Ayat-ayat Jual Beli Murabahah


Semua produk syariah memiliki dasar hukum sesuai dengan syariat Islam berdasarkan al-Qur'an, sunnah (hadits) dan Kaidah fiqihnya. jadi, produk tersebut pun dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. hanya saja, mungkin praktek di lapangan yang keluar dari hukum dan kaidahnya.  

Tulisan kali ini akan membahas dasar-dasar hukum murabahah yang dilandasi dari Al-Qur'an, Hadits ( sunnah) dan Kaidah Fiqih. Semoga memberikan pencerahan bagi para pembacanya dan tidak salah kaprah lagi terhadap produk ini.

Al-Qur’an


“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.(An-Nisa : 29)”

Ayat ini menjelaskan secara tegas bagi semua muslim yang beriman kepada Tuhannya untuk selalu memperhatikan makanan yang mereka peroleh agar terhindar dari laknat Allah SWT yaitu jalan yang haram dalam memperoleh  makanan tersebut. Selanjutnya Allah swt memberikan solusi melalui perniagaan atau jual beli yang dipraktekkan atas dasar keridhoan di antara kedua belah pihak lebih atau lebih.


“Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah:275)

Hadits

عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيْ رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنِّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ، (رواه البيهقي وابن ماجه وصححه ابن حبان)
Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka." (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).

Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ: اَلْبَيْعُ إِلَى أَجَلٍ، وَالْمُقَارَضَةُ، وَخَلْطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ (رواه ابن ماجه عن صهيب)

“Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).


Kaidah Fiqih

الاصل في المعاملات الاباحة الا ان يدل دليل علي تحريمها 

“ Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”


الاصل في العقد رضي المتعاقدين و نتيجته ما التزاماه بالتعاقد      

 “ Hukum asal dalam transaksi adalah keridhaan kedua belah pihak yang berakad,hasilnya adalah berlaku sahnya yang diakadkan”

Keridhaan dalam transaksi adalah merupakan prinsip. Oleh karena itu, transaksi barulah sah apabila didasarkan kepada keridhaan kedua belah pihak. Artinya, tidak sah suatu akad apabila salah satu pihak dalam keadaan terpaksa atau dipaksa atau juga merasa tertipu. Bisa terjadi pada waktu akad sudah saling meridhai,tetapi kemudian salah satu pihak merasa tertipu, artinya hilang keridhaannya,maka akad tersebut bisa batal. Contohnya seperti pembeli yang merasa tertipu karena dirugikan oleh penjual karena baranganya terdapat cacat.

Selasa, 24 Desember 2013

Fatwa DSN-MUI tentang Murabahah

DEWAN SYARI’AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA ______________________________________________________________ FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang MURABAHAH بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ Dewan Syari’ah Nasional setelah Menimbang : a. bahwa masyarakat banyak memerlukan bantuan penyaluran dana dari bank berdasarkan pada prinsip jual beli; b. bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melang-sungkan dan meningkatkan kesejahteraan dan berbagai kegiatan, bank syari’ah perlu memiliki fasilitas murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba; c. bahwa oleh karena itu, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang Murabahah untuk dijadikan pedoman oleh bank syari’ah. Mengingat : 1. Firman Allah QS. al-Nisa’ [4]: 29: يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَتَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ... “Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu…”. 2. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 275: … وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا… "…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…." 3. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1: يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ … “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….” 4. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 280: وَإِنْ كَانَ ذُوْعُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ... “Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan…” 5. Hadis Nabi saw.: عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيْ رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنِّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ، (رواه البيهقي وابن ماجه وصححه ابن حبان) Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka." (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban). 6. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ: اَلْبَيْعُ إِلَى أَجَلٍ، وَالْمُقَارَضَةُ، وَخَلْطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ (رواه ابن ماجه عن صهيب) “Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.’” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib). 7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi: اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا (رواه الترمذي عن عمرو بن عوف). “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram” (HR. Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf). 8. Hadis Nabi riwayat jama’ah: مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ… “Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman…” 9. Hadis Nabi riwayat Nasa’i, Abu Dawud, Ibu Majah, dan Ahmad: لَيُّ الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوْبَتَهُ. “Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya.” 10. Hadis Nabi riwayat `Abd al-Raziq dari Zaid bin Aslam: أَنَّهُ سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْعُرْبَانِ فِى الْبَيْعِ فَأَحَلَّهُ “Rasulullah saw. ditanya tentang ‘urban (uang muka) dalam jual beli, maka beliau menghalalkannya.” 11. Ijma' Mayoritas ulama tentang kebolehan jual beli dengan cara Murabahah (Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, juz 2, hal. 161; lihat pula al-Kasani, Bada’i as-Sana’i, juz 5 Hal. 220-222). 12. Kaidah fiqh: اَلأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا. “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” Memperhatikan : Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Sabtu, tanggal 26 Dzulhijjah 1420 H./1 April 2000. MEMUTUSKAN Menetapkan : FATWA TENTANG MURABAHAH Pertama : Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari’ah: 1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam. 3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. 5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. 6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. 8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. 9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank. Kedua : Ketentuan Murabahah kepada Nasabah: 1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada bank. 2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang. 3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli. 4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. 5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut. 6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah. 7. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka a. jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga. b. jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya. Ketiga : Jaminan dalam Murabahah: 1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya. 2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang. Keempat : Hutang dalam Murabahah: 1. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank. 2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. 3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pemba-yaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan. Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah: 1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya. 2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Ketujuh : Bangkrut dalam Murabahah: Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan. Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 26 Dzulhijjah 1420 H. 1 April 2000 M DEWAN SYARI’AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA Ketua, Sekretaris, Prof. KH. Ali Yafie Drs. H.A. Nazri Adlani

Minggu, 01 Desember 2013

FATWA RESCHEDULING DALAM MURABAHAH









FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor: 47/DSN-MUI/II/2005

Tentang

RESCHEDULING DALAM MURABAHAH

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dewan Syari’ah Nasional setelah,

Menimbang

a.
bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah pada Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) pada umumnya dilakukan secara cicilan dalam kurun waktu yang telah disepakati antara LKS dengan nasabah;



bahwa dalam hal nasabah mengalami penuruan kemampuan dalam pembayaran cicilan, maka ia dapat diberi keringanan;


c.
bahwa keringanan sebagaimana dimaksud di atas dapat diwujudkan dalam bentuk rescheduling dalam pembayaran kewajibannya.


d.
bahwa untuk kepastian hukum tentang masalah tersebut menurut ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa sebagai pedoman bagi LKS dan masyarakat secara umum.
Mengingat
1.

Firman Allah SWT; antara lain:


a.
Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 275:



… وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا…



"…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…."



Firman Allah QS. al-Nisa’ [4]: 29:


b.
يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَتَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ...



“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu…”.


c.
Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:



يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ …



“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu”.


e.
Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 2:



… وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى ولا وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الإِثم وَالعُدْوَان (المائدة: 2)



“… dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa….”


f.
... وَإِنْ كَانَ ذُوْ عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ، وَأَنْ تَصَدَّقُوْا خَيْرٌ لَكُمْ ...



“… Jika

2.

Hadis-hadis Nabi s.a.w.; antara lain:


a.
Hadist Nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dan shahihkan oleh Ibnu Hibban :



عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيّ رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنِّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ، (رواه البيهقي وابن ماجة وصححه ابن حبان)



Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan dengan kerelaan kedua belah pihak.


b.
Hadis Nabi riwayat al-Thabrani dalam al-Kabir dan al-Hakim dalam al-Mustadrak yang menyatakan bahwa hadis ini shahih sanadnya :



روى ابنُ عباسٍ أنَّ النبيَّ صلى الله عليه وآله وسلم لَمَّا أَمَرَ بإخرَاجِ بَنِي النَضِيْرِ جَاءه ناسٌ منهم، فقَالُوا: يَا نَبي الله، إِنكَ أمَرتَ بإخراجِنا ولَنا على النَّاس دُيُوْنٌ لم تَحِلَّ، فقال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم: ضَعُوْا وتَعَجَّلُوْا (رواه الطبرني والحاكم في المستدرك وصححه)



Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi Saw. ketika beliau memerintahkan untuk mengusir Bani Nadhir, datanglah beberapa orang dari mereka seraya mengatakan: “Wahai Nabiyallah, sesungguhnya Engkau telah memerintahkan untuk mengusir kami sementara kami mempunyai piutang pada orang-orang yang belum jatuh tempo” Maka Rasulullah saw berkata: “Berilah keringanan dan tagihlah lebih cepat”.    


c.
Hadits Nabi Riwayat Muslim:



مَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ (رواه مسلم).



“Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya”.


d.
Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:



اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.



“Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

3.

Kaidah fiqh:



اَلأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا



“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

4.

Fatwa DSN No. 23/DSN-MUI/III/2002
Memperhatikan

1.
Surat dari pimpinan .... Nomor:


2.
Hasil workshop 9-10 Dzulqa’dah 1425/21-22 Desember 2005


2.
Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada hari Kamis, tanggal 08 Muharram 1426 H./ 17 Februari 2005.

MEMUTUSKAN


Menetapkan
:

FATWA TENTANG RESCHEDULING HUTANG MURABAHAH
Pertama
:

Ketentuan Rescheduling



LKS boleh melakukan rescheduling hutang murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan:



a.        Tidak menambah jumlah hutang yang tersisa;
b.       Pembebanan biaya dalam proses rescheduling adalah biaya riil;
c.        Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Kedua
:

Ketentuan Penutup


1.
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah Nasional setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.


2.
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di  : Jakarta

Tanggal           : 08 Muharram 1426 H.                     17  Februari   2005 M.

DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua,



Dr. K.H. M.A. Sahal Mahfudh
Sekretaris,



Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin